Competitions
Klub-klub di English Football League (EFL) semakin menyadari risiko dan ketidakstabilan yang melekat dalam mengandalkan pemain pinjaman.
Jendela transfer Januari baru-baru ini menyoroti betapa rentannya sistem ini, karena klub induk sering menggunakan opsi pemanggilan kembali, meninggalkan klub EFL dalam keadaan darurat untuk mencari pengganti yang sepadan. Meski skema pinjaman menjadi solusi hemat biaya bagi klub dengan keterbatasan finansial, ancaman gangguan mendadak selalu mengintai.
Salah satu contoh nyata dari rentannya pasar pinjaman terlihat dalam kepindahan Alex Palmer dari West Bromwich Albion ke Ipswich Town. Transfer ini memicu reaksi berantai West Brom menarik kembali Josh Griffiths dari Bristol Rovers, yang kemudian memanggil kembali Jed Ward dari Forest Green Rovers.
Hasilnya, tiga klub kehilangan kiper utama mereka secara mendadak, mempersulit persiapan mereka untuk sisa musim. Efek domino seperti ini menunjukkan kelemahan besar dalam sistem peminjaman, terutama bagi klub-klub EFL dan non-liga yang sering mengandalkan pemain pinjaman sebagai pemain kunci.
Pemanggilan kembali pemain pinjaman tidak selalu dilakukan karena alasan teknis. Faktor finansial atau keinginan klub induk untuk menguji pemain di level yang lebih tinggi juga sering menjadi pertimbangan. Contohnya, Leicester City menarik kembali Tom Cannon dari Stoke City hanya untuk segera menjualnya ke Sheffield United.
Kasus lain, Aston Villa memanggil kembali Louie Barry dari Stockport County, meskipun ia tampil luar biasa, lalu mengirimnya ke Hull City di Championship.
Keputusan-keputusan ini menunjukkan bagaimana klub induk menggunakan sistem pinjaman untuk keuntungan mereka sendiri, sering kali mengorbankan kestabilan klub peminjam. Klub EFL yang berada di posisi lebih lemah dalam hierarki sepak bola Inggris sering kali hanya bisa pasrah dengan situasi ini.
Meskipun pemanggilan kembali bisa sangat mengganggu, hubungan yang kuat antara klub induk dan klub peminjam dapat membantu mengurangi risiko. Portsmouth, misalnya, menikmati stabilitas dengan Freddie P, yang menjadi pilihan utama sejak bergabung dari West Ham.
Manajer Portsmouth, John Mousinho, menekankan pentingnya menjaga komunikasi yang baik dengan klub induk dan memahami kemungkinan pemanggilan kembali.
Namun, bahkan dengan hubungan yang baik, klub EFL tetap harus selalu siap menghadapi kejutan di bursa transfer. Pemahaman bahwa pemain pinjaman bisa dipanggil kembali kapan saja menjadi bagian dari dinamika yang harus mereka terima.
FIFA menyadari potensi penyalahgunaan sistem pinjaman dan telah memperkenalkan regulasi baru untuk mengaturnya. Aturan ini membatasi jumlah pemain yang bisa dipinjamkan dan dipinjam oleh klub dalam satu musim, serta membatasi jumlah transfer pinjaman antara dua klub dari negara yang berbeda.
Meskipun regulasi ini lebih berfokus pada transfer internasional, FIFA juga mendorong asosiasi sepak bola nasional untuk menerapkan peraturan serupa dalam kompetisi domestik mereka.
Jika aturan ini diterapkan di Inggris, klub-klub EFL mungkin akan mengalami lebih banyak tantangan dalam merekrut pemain pinjaman. Ini bisa memaksa mereka untuk mencari solusi alternatif, seperti lebih mengembangkan pemain muda sendiri atau mencari kontrak permanen yang lebih terjangkau.
Terlepas dari segala tantangan, klub-klub EFL tidak punya banyak pilihan selain tetap mengandalkan pasar pinjaman. Bagi klub seperti Walsall, yang mengalami kesulitan setelah kehilangan Nathan Lowe, kekecewaan memang tidak terhindarkan. Namun, mereka juga memahami bahwa kesepakatan pinjaman yang sukses dapat memberikan manfaat besar, baik bagi klub maupun pemain.
Manajer Walsall, Mat Sadler, menyatakan, "Itu adalah pinjaman yang luar biasa bagi kami; 30 pertandingan dengan performa impresif. Sekarang, tugas kami adalah menemukan pemain berikutnya. Itulah sepak bola, itulah kehidupan. Kami bangga menjadi bagian dari perjalanan Nathan, dan kami ingin menjadi klub yang dipercaya untuk mengembangkan pemain muda."
Sikap pragmatis seperti ini mencerminkan realitas yang dihadapi banyak klub EFL. Meskipun mereka menyadari ketidakstabilan yang melekat dalam sistem pinjaman, mereka tetap berusaha memaksimalkan manfaatnya selama masa peminjaman berlangsung.
Pasar pemain pinjaman menawarkan keuntungan besar bagi klub EFL, tetapi juga membawa risiko besar. Klub induk sering kali mengambil keputusan berdasarkan kepentingan mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap klub peminjam.
Dengan aturan baru dari FIFA, kemungkinan akan ada perubahan dalam sistem ini, tetapi untuk saat ini, klub-klub EFL harus terus beradaptasi dan mencari cara terbaik untuk mengatasi tantangan yang ada.
Bagi penggemar sepak bola, memahami dinamika ini dapat memberikan perspektif lebih luas tentang bagaimana klub kesayangan mereka mengelola skuad dan menghadapi tantangan di musim yang penuh ketidakpastian. Simak informasi sepak bola menarik lainnya hanya di ShotsGoal!